Consumer Behaviour Concept pada E-Commerce
Dengan banyaknya situs-situs web yang menawarkan jasa atau barang, tidak hanya arah pemasaran yang berubah, namun juga motif dan perilaku dari seorang konsumen pun juga turut berubah. Ada empat motif untuk seseorang untuk berbelanja melalui internet (Sorce et. al., 2005) :
1. Kenyamanan.
2. Informasi yang banyak.
3. Pilihan produk yang cukup banyak.
4. Kemampuan untuk mengontrol pengalaman berbelanja.
Hal lain yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam e-commerce adalah persepsi kenyamanan (Evanschitzky et. al., 2004; Szymanski dan Hise, 2000). Kenyamanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam berbelanja online (Kim et. al, 2009). Kenyamanan didapatkan dengan menghilangkan biaya perjalanan dan biaya-biaya psikologis lainnya seperti kelelahan dan frustrasi (Dennis et. Al. 2008).
Informasi dan pilihan produk menjadi kunci dalam era e-commerce. Calon konsumen bisa mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dengan mengetikan produk atau jasa yang ingin dicarinya melalui search engine seperti Google atau Yahoo!, dan mereka bisa mendapatkan segala informasi dan pilihan baik toko ataupun jenis barang. Berbeda dengan toko di dunia nyata dimana konsumen/calon konsumen harus terikat dengan barang yang ada di toko tersebut.
Perilaku (behavior) konsumen pun juga menjadi berbeda dengan perilaku konsumen di dunia nyata. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku calon konsumen (Drummond et. al., 2008) seperti :
1. Sosial.
Faktor sosial akan berhubungan dengan budaya, kelas sosial, kelompok-kelompok pertemanan, keluarga, serta status dan peranan di masyarakat.
2. Personal.
Faktor personal diantaranya adalah usia dan taraf hidup, pekerjaan, gaya hidup, kepribadian, konsep diri, dan kondisi ekonomi.
3. Psikologis.
Faktor psikologis ditentukan oleh motivasi, persepsi, kepercayaan, dan sikap dari konsumen/calon konsumen.
4. Situasional.
Faktor situasional menjadi salah satu faktor yang paling penting. Orang akan cenderung membeli suatu barang ketika mereka membutuhkan barang tersebut dengan cepat.
Rohm dan Swaminathan (2004) menemukan bahwa interaksi sosial merupakan salah satu motivator dalam e-shopping. Parsons (2002) juga menyatakan bahwa motif sosial seperti pengalaman bersosialisasi, komunikasi dengan orang-orang yang mempunyai minat yang sama, keanggotaan dari beberapa grup, serta status dan otoritas juga berlaku di lingkungan online. Komunikasi dengan orang-orang yang mempunyai niat yang sama merupakan salah satu motivator dalam pengambilan keputusan.
Menurut Dennis et. Al (2008), seorang konsumen dalam konteks e-shopping, akan mendapatkan kesenangan dan pengalaman melalui interaksi dengan situs penjual. Interaksi inilah yang dinamakan “e-interactivity”. Merrilees dan Fry (2002) berpendapat bahwa interaktivitas adalah hal yang paling penting bagi sebuah konsumen untuk menentukan sikap ke suatu penjual online (e-retailer) tertentu dan interaktivitas juga menjadi faktor penting dalam menciptakan kepercayaan dan sikap kepada suatu e-retailer.
Salah satu hal yang menunjang e-interactivity adalah kemudahan penggunaan dari sebuah situs web (Merrilees dan Fry, 2002). Navigasi yang mudah adalah aspek utama, dimana seorang user bisa mengetahui mereka sedang berada di mana dan bisa melihat-lihat situs untuk mencari informasi dengan mudah (Richard dan Chandra, 2005).
Salah satu cabang psikologi, yaitu psikologi lingkungan, juga berpendapat bahwa respon awal seseorang kepada sebuah lingkungan bersifat afektif, dan emosi ini akan berdampak kepada hubungan-hubungan subsekuen yang ada pada lingkungan (Machleit dan Eroglu, 2000;Wakefield dan Baker, 1998). Banyak studi yang mengatakan bahwa atmosfer web mirip dengan lingkungan toko di dunia nyata (Alba et. al, 1997 dan Childers et. al., 2001). Jayawerdhana dan Wright (2009) juga berpendapat bahwa emosi seseorang juga berpengaruh kepada sikap seseorang ketika dia sedang berbelanja secara online.